Bulan
sudah hampir menyelesaikan tugas malamnya, angin malam yang berhembus kembali
menyebarkan sensasi dingin membuat para penjaga malam yang terlelap didalam
sarungnya semakin menggigil, bis – bis yang dikirim oleh pabrik – pabrik milik
investor asing yang memperkerjakan karyawannya bak sebuah mesin telah datang
untuk mengembalikan mereka dan menjemput mereka yang mendapatkan jam kerja pagi
yang buta.
Terlukis
diwajah mereka yang baru kembali kelelahan yang amat sangat, seragam yang sudah
bau tercampur keringat, oli dan asap, dan kantung mata hitam yang besar semakin
membuat wajah para pekerja itu semakin terlihat tua diumur mereka yang memang
sudah tidak bisa disebut masa kejayaannya. 8 jam penuh mereka berdiri didepan
sebuah mesin mengerjakan apa yang sudah mereka lakukan bertahun – tahun,
mendengarkan ocehan para atasan yang tidak ada hentinya mengingatkan mereka
akan target – target pekerjaan yang harus dicapainya setiap hari dan menunggu
sebuah harapan akan sebuah promosi jabatan yang akan sedikit merubah nasib
kecil mereka. Yah 8 jam setiap harinya dengan hari libur yang bisa mereka
nikmati di hari anak mereka sekolah hanya untuk mendapatkan bayaran setiap
bulannya yang hanya sesuai dengan UMR yang ditetapkan oleh pemerintah yang akan
habis digunakan untuk keperluan makan dan membayar keperluan sekolah anak
mereka selama sebulan kalaupun mereka ingin mendapatkan lebih maka mereka harus
benar benar merelakan untuk menghabiskan malam untuk mendapatkan target
pekerjaan mereka yang hanya bisa dicapai oleh Sangkuriang dalam dongeng yang
hampir terlupakan.
Berbeda
dengan para pekerja malam yang mengulangi kegiatan mereka yang melelahkan dan
menjenuhkan di pabrik, para pemuda yang umur mereka mencapai masa ke jayaannya
itu juga mengulangi kegiatan mereka yang lelah dan menjenuhkan itu di sebuah
internet café atau mungkin sering dikenal sebagai warnet. Satu malam lagi
mereka telah mereka lewati disebuah ruangan yang sudah dipenuhi asap rokok yang
tak terhitung sudah berapa batang yang telah mereka habiskan, sampah – sampah
makanan berserakan disekeliling dimana – mana tanpa ada seorang pun yang peduli
untuk membersihkan, hanya layar monitor yang menjadi perhatian mereka dan hanya
kata – kata yang tak kalah kotor dari sampah yang keluar dari mulut mereka.
Satu
malam lagi mereka habiskan untuk bermain game online, sebuah permainan yang
hanya mereka mengerti, entah sudah berapa banyak uang yang mereka keluarkan
untuk memuaskan hasrat mereka untuk bermain, entah sudah berapa lama waktu yang
mereka habiskan untuk bermain, dan entah kapan mereka akan berhenti untuk
bermain merekapun tidak bisa menjawabnya sendiri. Mereka hanya mengikuti naluri
mereka untuk bermain seakan - akan mereka seperti kecanduan akan narkoba mereka
merasa bosan dan tidak nyaman apabila mereka tidak bermain dan merasa senang
apabila bermain, lebih tenang dari pada beribahadah, dan lebih serius dari pada
belajar, merasa menjadi seseorang yang sangat hebat dalam permainan mereka,
merasa menjadi seseorang yang dihargai dan dihormati apabila mereka bisa
memenangkan permainan, dan merasa tidak kesepian dalam permainan. Namun itu
semua hanyalah sebuah permainan, apa yang mereka dapatkan hanyalah sebuah
kesemuan, sebuah kepalsuan, hanya sebuah kepuasan yang tidak nyata yang akan
menutut mereka untuk memuaskan lagi hasrat mereka untuk bermain yang hanya akan
berhenti ketika mereka sudah merasa bosan dan ketika mereka sudah bosan mereka
baru sadar
“MATI
KAU !!!” teriak seorang pemuda yang duduk didepan komputer yang teletak di
ujung ruangan
“AH
SIAL !! Kalah lagi !!” seru seorang pemuda yang duduk disebelahnya yang
dilanjutkan dengan kata-kata kotor yang memaki kearah layar monitornya.
“Eh
? udah jam 4 pagi ? wah gawat !!” pemuda yang duduk dipojok ruangan mematikan
komputernya dan beranjak untuk pergi.
“Mau
kemana vin ?! Ayo maen lagi, gw masih belum menang lagi !!!” pemuda yang
disampingnya semakin kesal dan kembali melemparkan kata-kata yang tak kalah
kotor dengan sampah – sampah yang berserakan disekitar mejanya.
“Bapak
gw udah pulang mo” tanpa meladeni temannya yang semakin mengularkan sumpah
serapahnya dia berlari keluar dari warnet.
Ia
berlari dengan cepat melewati pos penjaga malam yang masih terlelap dalam tidur
dan bersembunyi didalam sarung. Keringatnya mengucur namun ia merasa kedinginan
bukan karena angin yang kembali berhembus menyebarkan kedinginannya, melainkan
ia membayangkan akan nasib yang akan diterimanya saat ia sampai dirumah nanti.
Ia sudah berjanji untuk tidak bermain lagi namun ia tak bisa untuk menahan
hasratnya untuk bermain dan ia sudah berencana untuk kembali sebelum ayahnya
pulang namun ia tak bisa menahan hasratnya untuk bermain. Sangat sulit bagi
pemuda itu untuk menahan hasratnya untuk bermain game online lagi karena segala
hal yang ia lakukan tanpa game online akan terasa bosan dan rugi baginya,
satu-satunya cara baginya untuk tidak bermain hanya ketika ia tidak memiliki
uang.
Sesampai
dirumah ia lihat sang ayah duduk didepan teras, tertidur dan masih mengenakan
seragam kerjanya yang sudah bau tercampur keringat, oli dan asap. Denga
perlahan mungkin ia membuka pintu halaman agar tidak membangunkan ayahnya yang
terlelap dan mencoba menyusun keberanian dan kesabaran untuk membangunkan
ayahnya dengan perlahan.
“Pak
. . Bapak bangun. . jangan tidur di halaman pak nanti sakit.” Dengan nada yang
pelan dan menyentuh ayahnya dia mencoba membangunkan.
Sang ayah terbangun dan langsung bertanya “Kamu main ke
warnet lagi ?”
Sang anak dengan ragu dan kaku menjawab “Engga kok pak, Vino
bukan habis dari warnet”
“Lalu kamu dari mana jam segini baru pulang kalau bukan
dari warnet ? dari pasar ?” sang ayah yang masih terlihat lelah mulai
meninggikan nada bicaranya.
“HaH-Habis ja-jalan-jalan, Vino gk bisa tidur pak
semalem” sang anak semakin kaku dan ragu dengan jawabannya sendiri dan
menguutuk dirinya sendiri dalam hati.
“Sudah
gk usah ngomong yang engga-engga, kalo kamu habis dari warnet yah sudah bilang
aja tapi inget kunci jangan dibawa pergi” sang ayah kembali menurunkan nada
bicaranya yang mungkin karena lelah ia tak mau lagi menghabiskan tenaganya
untuk hal yang mungkin akan membuatnya tambah lelah dan stress.
“iyah
maaf pak Vino lupa waktu” dengan kaku dia membukakan pintu rumahnya dan
mempersilahkan sang ayah masuk.
“Inget
No kita cuma tinggal berdua. Cuma aku sama kamu, dan kamu juga sekarang sudah
dewasa jadi bapak rasa kamu sudah tau tanggung jawab mu terhadap dirimu sendiri
No”
Sang ayah duduk bersandar pada tembok mencoba melepaskan
lelah mencoba merangkai kata untuk ia katakan dan sang anak duduk didepannya,
menunduk lemah dan dalam tak berani menatap mata sang ayah dengan berharap ia
tidak akan dipukuli lagi.
“Aku cuma gk mau kamu bernasib sial atau bahkan lebih
sial lagi dari aku No, Ditinggal sendirian oleh istri untuk membesarkan anak
yang bodohnya gk kira kira”
Wajahnya
sang pemuda pucat mendengar bermacam – macam nasihat yang disertai kata – kata
yang pedas dari sang ayah yang dilanjutkan sampai matahari benar benar terbit,
memang ayahnya tidak memukulnya namun kata – kata yang dikatakan oleh ayahnya
tidak kalah keras dari pukulan tangannya. Sang pemuda terduduk lemas dan
termenung memikirkan apa yang dikatakan oleh ayahnya, memikirkan apa yang Ia
lakukan selama ini dan mikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Dan pada
akhirnya dia bermain game online lagi, Ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia
bagaikan seorang pecandu narkoba, dan ketika dia sadar ia telah melewati masa
kejayaan dari umurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar